JAKARTA, Pesirah.com – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan Dewan Pers tidak bisa memaksa perusahaan pers untuk didata atau ikut verifikasi media.
Dalam keterangan resminya di Jakarta, Ninik menjelaskan saat lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers.
“Setiap orang, dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” katanya.
Sepanjang perusahaan pers memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, sesuai Pasal 9 ayat (2) UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, dapat disebut sebagai perusahaan pers, sekalipun belum terdata di Dewan Pers.
Sesuai pasal 15 ayat 2 (huruf g) UU Pers, tugas Dewan Pers antara lain mendata perusahaan pers.
Pendataan perusahaan oleh Dewan Pers tidak bisa disamakan dengan pendaftaran dan keduanya sangatlah berbeda.
Pelaksanaan tugas mendata perusahaan pers, sebagaimana pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang dimandatkan oleh Undang-Undang Pers, ditujukan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
“Pendataan perusahaan pers merupakan stelsel pasif dan mandiri. Artinya, perusahaan pers yang berinisiatif untuk mengajukan diri agar diverifikasi (didata) oleh Dewan Pers sesuai aturan yang ada,” jelas Ninik.
Pendataan perusahaan pers ini, kata dia, sesuai dengan ketentuan tentang pendataan perusahaan pers ini tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan DP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers.
“Dewan Pers tidak dapat memaksa perusahaan pers untuk didata atau ikut verifikasi media,” ujarnya.
Pendataan perusahaan pers, bertujuan untuk mewujudkan perusahan pers yang kredibel, profesional, sehat, mandiri, dan independen.
Tujuan lainnya yakni mewujudkan perlindungan pada perusahaan pers dan menginventarisasi perusahaan pers secara kuantitatf dan kualitatif
Ditambahkan Ninik, contoh perusahaan pers yang tidak bekerja secara profesional yakni tidak memenuhi kewajiban untuk kesejahteraan wartawan, tidak memberikan penghasilan yang layak.
Atau malah memerintahkan wartawan mencari tambahan penghasilan atau iklan. Hal ini, akan membuat wartawan tidak bisa menjalankan tugas dengan profesional.
“Sebab, penghasilan wartawan tergantung seberapa besar dia meraih iklan atau tambahan penghasilan. Situasi ini tentu tidak mendukung wartawan untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas,” pungkasnya. (rls)