Jakarta, Pesirah.com – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia baru saja mengumumkan keputusan penting terkait dengan kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada 2016 di Cirebon.
Pada 16 Desember 2024, MA menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh sembilan terpidana yang terlibat dalam kasus ini.
Keputusan tersebut diambil setelah melalui musyawarah oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Burhan Dahlan.
Dalam pertimbangannya, MA menyatakan bahwa tidak ditemukan kekhilafan dalam putusan sebelumnya, dan tidak ada bukti baru yang memenuhi syarat untuk dilakukan peninjauan kembali sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kasus tragis ini bermula pada tahun 2016, ketika Vina dan Eky ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di flyover Talun, Cirebon.
Setelah penyelidikan panjang, tujuh orang terpidana dijatuhi hukuman seumur hidup, sementara satu terpidana lainnya, Saka Tatal, dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan telah dibebaskan pada tahun 2017.
Penolakan terhadap permohonan PK ini menandai akhir dari upaya hukum yang dilakukan oleh para terpidana untuk mengubah keputusan pengadilan sebelumnya.
Selama proses hukum, beberapa kejanggalan terungkap, termasuk adanya keraguan terkait bukti dan prosedur hukum.
Namun, Mahkamah Agung tetap berpegang pada keputusan awal yang telah dijatuhkan, yang menegaskan bahwa sistem hukum Indonesia tidak ditemukan adanya kekhilafan dalam putusan.
Hal ini menuai kritik dari beberapa pihak, termasuk ahli hukum pidana Azmi Syahputra, yang menyatakan bahwa keputusan ini merupakan contoh penegakan hukum yang tidak berkualitas dan tidak memperhatikan hak-hak terpidana.
Keluarga terpidana juga menunjukkan kekecewaan mendalam atas keputusan ini, menganggap bahwa mereka tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya.
Meskipun demikian, dengan adanya keputusan final dari Mahkamah Agung ini, status hukum kasus Vina dan Eky diharapkan dapat diselesaikan dan memberikan kepastian hukum, meski ada pihak yang merasa bahwa proses hukum belum sepenuhnya adil.